Minggu, 23 November 2014

TEORI SOSIOLOGI KLASIK


A. Auguste Comte
Auguste Comte atau yang sering disebut sebagai bapak sosiologi merupakan salah satu pencetus teori sosiologi klasik. Comte dijuluki sebagai bapak sosiologi karena dia adalah orang pertama yang mencetuskan sosiologi atau yang dulu disebut sebagai fisika sosial. Di mana menurutnya, sosiologi harus dikaji secara ilmiah.
Comte merupakan salah satu penganut hukum positivisme. Kaum positivis percaya bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam, di mana metode-metode penelitian empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Bagi Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
  1. Metode ini diarahkan pada fakta-fakta.
  2. Metode ini diarahkan pada perbaikan terus-menerus dari syarat-syarat hidup.
  3. Metode ini berusaha ke arah kepastian.
  4. Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan, eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
Dalam bukunya yang berjudul “Course de Philosophie Positive”, Comte menyatakan hukum tiga jenjang atau yang sering disebut sebagai hukum perkembangan manusia. Hukum tiga jenjang meliputi:
1.      Jenjang Teologis
Tahap teologis atau yang sering disebut tahap mitos merupakan tahap di mana manusia masih mempercayai hal-hal mistik sehingga mereka tidak menanyakan sebab akibat dari gejala alam yang terjadi di sekitarnya. Misalnya terjadinya pelangi yang mereka anggap merupakan selendang bidadari, terjadinya petir yang dianggap dewa murka, dan lain sebagainya.
Dalam tahap ini Comte membaginya menjadi tiga periode yaitu:
  1. Periode Fetisisme. Kepercayaan bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri.
  2. Politeisme. Munculnya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya atau gejala alam.
  3. Monoteisme. Kepercayaan dewa mulai digantikan dengan yang tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
2.      Jenjang Metafisik
Tahap metafisik merupakan tahap perpindahan antara tahap teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh suatu kepercayaan akan hukum-hukum alam yang dapat ditemukan dengan akal budi. Jadi dalam masa ini, masyarakat telah menggunakan nalar mereka untuk menentukan logis tidaknya kejadian alam yang ada.
3.      Jenjang Positif
Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan tidak mutlak atau sering disebut dengan dinamis. Di sini menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka secara terus menerus terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat uniformitas.
B. Karl Marx
Dalam teorinya, Marx menyampaikan sebuah teori yang bernama alienasi atau keterasingan. Alienasi dibagi menjadi empat macam, yaitu:
  1. Individu teralienasi dengan aktivitas produksi. Contohnya adalah pegawai sebuat pabrik HP belum tentu bisa memiliki HP yang dia buat atau produksi.
  2. Individu teralienasi dengan pekerjaan. Maksudnya di sini adalah individu itu sebenarnya tidak cocok dengan pekerjaan yang dia tempati. Namun karena keadaan, dia harus bekerja di sana untuk bertahan hidup.
  3. Individu teralienasi dengan temannya. Dalam sebuah perusahaan, walau jarak antara karyawan satu dengan yang lain itu berdekatan, namun belum tentu mereka bisa saling berinteraksi satu dengan yang lain. Bisa juga diartikan bahwa antara individu dan rekan kerjanya saling berkompetisi untuk menjadi yang terbaik.
  4. Individu terasingkan oleh individu itu sendiri. Maksudnya adalah individu tersebut tidak dapat mengeksplore kemampuan dirinya dikarenakan dia memenuhi permintaan pasar. Jadi ide kreatifnya tidak dapat tersalurkan.
Alienasi tidak akan pernah bisa terhapuskan karena dunia sekarang telah maju. Alienasi merupakan sikap ketergantungan yang sampai kapanpun tidak akan bisa dihilangkan kecuali manusia memilih untuk kembali ke jaman purba di mana tidak ada pakaian dan alat-alat modern. Hanya ada dia dan alam.
Selain alienasi, Marx juga menjelaskan tentang teori kelas sosial. Di mana dia membedakan kelas sosial menjadi dua jenis yaitu kaum borjuis dan kaum ploletar. Kaum borjuis merupakan golongan yang memiliki modal. Atau bisa dibilang kaum borjuis merupakan kaum elit pemilik perusahaan. Sedangkan kaun ploletar merupakan kaum buruh sebagai bawahan dari kaum borjuis.
Dalam pembedaan kelas ini, menimbulkan konflik yang dikarenakan kaum buruh sering merasa dirugikan. Gejolak ini yang membunuh kapitalisme karena banyak kaum buruh yang menolak pengeksploitasian atas dirinya. Mereka menuntut upah yang seimbang dengan apa yang mereka kerjakan. Namun paham kapitalisme membuat para kaum borjuis buta. Karena mereka hanya ingin keuntungan yang maksimal dan tidak mau rugi sehingga pengeksploitasian buruh terjadi.
C. Max Weber
Max Weber merupakan seorang ilmuan yang berasal dari Jerman. Ayah Weber adalah seorang ahli hukum yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri dan cenderung ringan tangan. Berbeda sekali dengan ibu Weber. Ibu Weber merupakan seorang penganut Calvinisme yang sangat lembut dan penyayang. Dia sangat taat dalam memeluk agamanya.
Saat Weber melakukan wajib militer, hubungannya dengan paman dan bibinya sangat dekat. Bibinya merupakan adik kandung ibu Weber yang juga seorang penganut Calvinisme. Weber sangat menikmati kehidupan keluarga bibinya ini. Kehidupannya sangat harmonis. Berbeda dengan kehidupan keluarganya yang cenderung berantakan. Ayah Weber sangat sering melakukan kekerasan fisik kepada ibu Weber. Dan inillah yang membuat Weber cenderung memiliki sifat seperti ibunya, karena ayah Weber merupakan seseorang yang ringan tangan.
Teori-teori yang dikeluarkan Weber bukan tanpa sebab. Seperti teori etika protestan dan spirit kapitalisme. Dari sebuah sumber mengatakan bahwa Weber berusaha membuktikan etika Protestan yang dia anut. Di mana dalam etika protestan mengatakan bahwa Tuhan adalah satu, Tuhan maha pencipta dan Tuhan penguasa dunia. Sehingga memunculkan anggapan bahwa hidup berfoya-foya tidak akan ada gunanya. Dunia hanya dipelajari secara ilmiah, rasional, karena menurut mereka Tuhan tidak akan pernah bisa mengubah nasib dunia mereka. Jadi, mereka harus berhemat untuk mendapatkan surga karena bagi mereka jika mereka boros, Tuhan tidak akan memberi mereka surga. Dan dari sinilah mulai muncul kapitalisme modern di mana manusia saling bersaing dan berkompetisi untuk mendapatkan penghasilan yang banyak. Karena dalam ajaran ini terdapat petuah yaitu jika manusia kaya (banyak hartanya) di dunia, maka akan mendapatkan surga di akhirat.
Selain teori kapitalisme, Weber juga memaparkan teori tindakan sosial. Menurut Weber, tidak semua tindakan yang dilakukan merupakan tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada orang lain. Contohnya adalah seseorang yang bernyanyi-nyanyi kecil untuk menghibur dirinya sendiri bukan merupakan tindakan sosial. Namun jika tujuannya untuk menarik perhatian orang lain, maka itu merukan tindakan sosial.
Contoh lain adalah orang yang dimotivir untuk membalas atas suatu penghinaan di masa lampau, mengorientasikan tindakannya kepada orang lain. Itu tindakan sosial sosial. Menurut Weber tindakkan sosial juga berakar dalam kesadaran individual dan bertolak dari situ. Tingkah laku individu merupakan kesatuan analisis sosiologis, bukan keluarga, negara, partai, dll.
Dalam tindakan sosial, Weber juga menyatakan sebuah tindakan yang bernama vershtehen. Menurut yang saya tangkap, tindakan ini merupakan tindakan di mana seseorang berusaha mengerti perasaan orang lain yang ada di dekatnya tanpa harus berkomunikasi langsung dengannya. Tindakan vershtehen biasanya akan memunculkan rasa simpati terhadap orang lain.
Misalnya ada si A mencoba mengetahui apa yang dirasa si B dengan  mencoba mengambil perannya. Bisa dengan cara berfikir menjadi si B atau dengan dia berada di sekitar si B dan memposisikan dirinya menjadi si B. Dari sini si A akan tau apa yang terjadi dari si B secara subyektif. Menurut apa yang dia lihat dan rasakan saja.
Tindakan sosial memiliki beberapa tipe, yaitu:
1.      Tindakan Rasional Instrumental
Individu selalu memiliki tujuan yang beragam dari setiap hal yang diinginkan, maka individu dituntut untuk memilih. Dan untuk memenuhi tujuan itu, individu harus memiliki alat yang mendukung. Akhirnya suatu pilihan dibuat atas alat yang mencerminkan suatu pertimbangan individu atas efisiensi dan efektifitasnya. Setelah dilakukan, individu akan dapat menilai secara obyektif sesuatu yang berhubungan dengan tujuan yang akan dicapai. Tindakan rasional instrumental merupakan tindakan yang dikerjakan dengan memperhitungkan keadaan yang akan dihadapi sebagai cara dan tujuannya. Contohnya adalah seorang tukang becak yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk memenuhi kebutuhan (tujuan) makan caranya adalah bekerja yaitu menjadi tukang becak.
2.      Tindakan Rasional Berorientasi Nilai
Tindakan rasional yang berorientasi nilai yaitu tindakan yang lebih memperhatikan manfaat atau nilai daripada tujuan yang hendak dicapai. Tindakan religious merupakan bentuk dasar dari rasionalitas yang berorientasi nilai. Contohnya dalam melaksanakan ibadah. Jika kita melakukan ibadah, tentunya kita memikirkan bagaimana cara terbaik yang harus dilakukan untuk bisa mendapat keridhoan-Nya. Sikap yang kita lakukan antara lain bersikap khusyuk ketika sedang berdoa dan bersembahyang, bersikap ikhlas sewaktu membantu orang yang membutuhkan pertolongan, dan sebagainya. Pada khasus seperti itu kita tidak mengetahui apakah Tuhan telah memberikan keridhoan dan pahala-Nya atau tidak, tetapi yang paling penting kita telah melaksanakan ibadah dengan sebaik-baiknya.
3.      Tindakan Tradisional
Tindakan tradisionalbisa dikatakan sebagai tindakan yang tidak memperhitungkan pertimbangan rasional. Tindakan tradisional berkaitan dengan kepatuhan terhadap adat-istiadat yang sifatnya kekal dan mengikat pola perilaku masyarakatnya. Jika tidak dipatuhi, maka akan mendapatkan sanksi. Contohnya adalah adat pernikahan. Contoh lainnya adalah seorang anak yang memilih kuliah di UGM tanpa memikirkan manfaat jurusan yang dia pilih dan tidak mempertimbangkan kemampuannya. Dalam hal ini alasan agar prestis dalam masyarakat meningkat, namun tidak memperhitungkan kecerdasan di jurusan tersebut.
4.      Tindakan Afeksi
Tipe tindakan ini ditandai dengan dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Seseorang yang sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Tindakan itu benar-benar tidak rasional karena kurangnya perimbangan logis, ideology, atau criteria rasionalitas lainnya. Contohnya adalah kasih saying orang tua kepada anaknya yang ditunjukkan melalui perhatian dan kasih sayang. Contoh lainnya adalah tindakan menyanyi dan menari ketika merasa senang mendapatkan hadiah yang diimpikan.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar