Minggu, 23 November 2014

HUKUM MENURUT H.L.A HART


Pemikiran hukum erat kaitannya dengan moral merupakan cara berpikir dalam aliran hukum alam. Dalam aliran hukum positif, hukum dan moral sama sekali tidak ada kaitannya. Hal ini dapat diamati dengan ciri-ciri pengertian positivisme hukum sebagaimana yang dikemukakan oleh H.L.A Hart (1975: 287) antara lain:
  1. Hukum adalah perintah dari manusia (command of human being).
  2. Tidak ada hubungan mutlak antara “Hukum/ law” dan “Moral” sebagaimana yang berlaku/ ada dan hukum yang seharusnya.
  3. Pengertian bahwa analisis konsepsi hukum, pertama; mempunyai arti penting, kedua; harus dibedakan dari penyelidikan seperti 1) Historis mengenai sebab musabab dan sumber-sumber hukum; 2)Sosiologis mengenai hubungan hukum dengan gejala sosial lainnya; 3) Penyelidikan hukum secara kritis atau penilaian, baik yang didasarkan moral, tujuan sosial, dan fungsi hukum.
  4. Sistem hukum adalah sistem yang logis, tetap dan bersifat tertutup dalam mana keputusan-keputusan hukum yang benar/ tepat biasanya dapat diperoleh dengan alat-alat logika dari peraturan-peraturan hukum yang telah ditentukan sebelumnya tanpa memperhatikan tujuan sosial, politik, dan ukuran-ukuran moral.
  5. Pengertian bahwa pertimbangan-pertimbangan moral tidak dapat dibuat atau dipertahankan sebagai pernyataan kenyataan yang harus dibuktikan dengan argumentasi-argumentasi rasional, pembuktian atau percobaan.
Konsep hukum hart yang dituangkan pada bukunya the concept of law, menjelaskan bahwa pertama-tama hukum harus dipahami sebagai sistem peraturan. Dengan pendapatnya bahwa hukum ternyata adalah suatu sistem peraturan maka bisa di simpulkan ada sedikit kesamaan antara konsep hukun Hohn Austin, yaitu teori hukum murni yang memurnikan hukum dari anasir-anasir asing dengan konsep hukum H.L.A Hart tentang hukum harus dipahami sebagai sistem peraturan.
Melihat dari pernyataan Hart bahwa pertama-tama hukum harus dipahami sebagai suatu sistem peraturan, ia membagi dua dalam konsep hukumnya tentang peraturan itu, yaitu:

1.      Peraturan Primer
peraturan primer terdiri dari standar-standar bagi tingkah laku yang membebankan berbagai kewajiban. Peraturan-peraturan primer menentukan kelakuan-kelakuan subjek-subjek hukum, dengan menyatakan apa yang harus dilakukan, apa yang dilarang.Aturan yang masuk dalam jenis ini muncul sebagai akibat dari kebutuhan masyarakat itu sendiri. Adapun kekuatan mengikat dari berbagai aturan jenis ini didasarkan dari penerimaan masyarakat secara mayoritas.
Komunitas prahukum hidup berdasarkan kebiasaan yang lazim ditemukan dalam masing-masing komunitas masyarakat. Struktur sosial yang mengatur perilaku masyarakat prahukum inilah yAng oleh Hart disebutnya sebagai “peraturan primer” atau tepatnya “peraturan kewajiban primer”. Peraturan primer ini kurang lebih sama dengan sopan santun atau etiket. Hart menyebutnya demikian kerena peraturan ini berfungsi sebagai prinsip pokok yang menjadi panduan perilaku manusia. Lebih lanjut Hart menjelaskan bahwa peraturan primer tersebut hanya bisa efektif mengatur tata tertib sosial apabila
1.      membuat pembatasan terhadap kekerasan, pencurian, dan penipuan.
2.      Mendapat dukungan mayorita.
3.      Masyarakat relatif memiliki keterikatan primodial ((misalnya ikatan darah, perasaan, dan keyakinan
Akan tetapi, walaupun meskipun peratutan primer telah memenuhi syarat-syarat tersebut, peraturan primer belum tentu berlaku efektif seperti halnya hukum. Alasannya, peraturan primer bukanlah sistem hukum, melainkan sejumlah standar umum yang terpisah satu sama lain. Meskipun berfungsi sebagai struktur sosial, peraturan primer memiliki beberapa kelemahan mendasar.
1.      Dalam peraturan primer tidak ada lembaga atau otoritas resmi yang berfungsi melakukan penilaian dan penyelesaian konflik. Akibatnya terjadi ketidak pastian dalam pekaksanaan peraturan primer.
2.      Peraturan primer bersifat statis. Bila terjadi perubahan, maka perubahan itu berjalan begitu lamban sehingga tidak cukup responsif terhadap perkembangan masyarakat. Karena dalam skemanya, masih dibutuhkan proses dimana peraturan itu harus menjadi kebiasaan terlebih dahulu sebelum diterima dan diakui sebagai kewajiban yang harus dipenuhi. Bahkan kadangkala peraturan primer ini bersifat statis dalam arti radikal dan sulit sekali untuk dirubah.
3.      Inefisiensi dalam penegakan peraturan primer. Dapat saja terjadi perdebatan berkepanjangan apakah terjadi pelanggaran atua tidak terhadap peraturan tertentu tanpa adanya penyelesaian yang jelas karena peraturan primer tidak memiliki otoritas penentu terakhir.

b.    Peraturan Sekunder
Aturan-aturan sekunder adalah sekelompok aturan yang memberikan kekuasaan untuk mengatur penerapan aturan-aturan hukum yang tergolong kedalam kelompok yang sebelumnya atau aturan-aturan primer. Aturan-aturan yang dapat digolongkan kedalam kelompok ini adalah aturan yang memuat prosedur bagi pengadopsian dan penerapan hukum primer. Berisi pemastian syarat-syarat bagi pelakunya kaidah-kaidah primer dan dengan demikian menampakkan sifat yuridis kaidah kaidah-kaidah itu.
Berdasarkan kelemehan-kelemaha peraturan primer, menurut Hart, jalan keluarnya untuk mengatasi permasalahan itu adalah harus ada peraturan sekunder. Dengan begitu peraturan sekunder berfungsi untuk mengatur lebih lanjut peraturan prmer. Paraturan sekunder berisi penjelasan cara dimana peraturan primer secara pasti ditegaskan, diperkenalkan, dibuang, dan fakta pelanggarannya juga ditentukan secara pasti.
Peraturan sekunder dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
1.      Peraturan pengakuan
Peraturan pengakuan adalah peraturan yang berfungsi mengatasi problem ketidak pastian peraturan primer
2.      Peraturan perubahan
Peraturan perubahan adalah peraturan yang vberfungsi untuk mengatasi masalah berkaitan dengan siat status peraturan primer
3.      Peraturan penilaian dan penyelesaian konflik

Peraturan ini menetapkan mekanisme untuk mengatasi problem inefiensi dalam peraturan primer.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar