Dalam
pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial
dan alat kontrol sosial. Kaena itu, program ilmu hukum realis hampir tidak
terbatas. Kepribadian manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan
bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi yang umum, semua itu adalah pembentuk
hukum dan hasil hukum dalam kehidupan.
Realisme
berpendapat bahwa tidak ada hukum yang mengatur suatu perkara sampai ada
putusan hakim terhadap perkara itu. Apa yang dianggap hukum dalam buku-buku
baru merupakan taksiran tentang bagaimana hakim akan memutuskan. Realisme
dibedakan dalam dua kelompok:
1. Realisme Amerika
Sebagaimana
dikatakan oleh Holmes Jr., dugaan-dugaan tentang apa yang akan diputuskan oleh
pengadilan itulah yang disebut dengan hukum. Sumber hukum utama ini adalah
putusan hakim. Tokoh-tokoh utama aliran Realisme Amerika antara lain:
a.
Charles Sanders Peirce (1839-1914)
Pragmatisme
menyangkal kemungkinan bagi manusia untuk mendapat suatu pengetahuan teoretis
yang benar. Oleh karena itu ide-ide perlu diselidiki dalam praktek hidup. Hal
ini diuraikan oleh Peirce dalam makalahnya berjudul How to Make Our Ideas Clear?(1878). Menurut Peirce, ide-ide
diterangkan dengan jalan analitis. Metode analitis ini harus digunakan secara
fungsional, yakni dengan menyelidiki seluruh konteks suatu pengertian dalam
praktek hidup.
b.
John Chipman Gray (1839-1915)
Sebagaimana
ciri Realisme Amerika, Gray menempatkan hakim sebagai pusat perhatiannya.
Semboyannya yang terkenal adalah All the
law is judge-made-law. Ia menyatakan bahwa disamping logika sebagai faktor
penting dalam pembentukan perundang-undangan, unsur logis memiliki pengaruh
yang besar dalam pembentukan hukum.
c.
Oliver
Wendell Holmes Jr. (1841-1935)
Menurut
Holmes, seorang sarjana hukum harus menghadapi gejala-gejala hidup secara
realistis. Kalau ia berusaha mengambil sikap demikian, ia akan sampai pada
keyakinan bahwa penjahat pun sama sekali tidak menaruh minat pada
prinsip-prinsip normatif hukum. Bagi mereka yang penting manakah kelakuan
aktual seorang hakim, yakni pertanyaan, apakah seorang hakim akan menerapkan
sanksi pada suatu kelakuan yang tertentu atau tidak. Ucapan Holmes yang
terkenal yakni “Perkiraan-perkiraan
tentang apa yang diputuskan oleh pengadilan, itulah yang saya maksudkan dengan
hukum“.
d.
William
James (1842-1910)
James
menyatakan bahwa seorang pragmatis menolak abstraksi dan hal-hal yang tidak
memadai, penyelesaian secara verbal, alasan apriori yang tidak baik, prinsip
yang ditentukan, sistem yang tertutup, dan hal-hal yang dianggap mutlak dan
asli. Ia berbalik menentang kelengkapan dan kecukupan, fakta, perbuatan,
kekuasaan.
e.
John
Dewey (1859-1952)
Inti
ajaran Dewey adalah bahwa logika bukan berasal dari kepastian-kepastian dari
prinsip-prinsip teoretis seperti silogisme, tetapi suatu studi tentang
kemungkinan-kemungkinan. Logika adalah teori tentang penyelidikan mengenai
akibat-akibat yang mungkin terjadi, suatu proses dalam mana prinsip umum hanya
bias dipakai sebagai alat yang dibenarkan oleh pekerjaan yang dikerjakan. Kalau
diterapkan dalam proses hukum, ini berarti bahwa prinsip-prinsip umumnya telah
ditetapkan sebelumnya harus dilepaskan untuk logika yang lebih eksperimental
dan luwes.
f.
Benjamin Nathan Cardozo (1870-1938)
Tokoh
ini beranggapan bahwa hukum mengikuti perangkat hukum mengikuti perangkat
aturan umum dan yakin bahwa penganutan terhadap preseden seharusnya merupakan
aturannya, dan bukan merupakan pengecualian dalam pelaksanaan peradilan. Namun
ia mengemukakan adanya kelonggaran atau keluwesan pelaksanaan aturan ketat itu
apabila penganutan terhadap preseden tidak konsisten dengan rasa keadilan dan
kesejahteraan sosial. Ia berpendapat bahwa kebutuhan akan kepastian harus
diserasikan dengan kebutuhan akan kemajuan sehingga doktrin preseden tidak
dapat dianggap sebagai kebenaran yang mutlak dan abadi. Tampak dalam
pendapatnya bahwa dalam kegiatannya, hakim wajib mengikuti norma-norma yang
berlaku di masyarakat dan menyesuaikan putusannya dengan kepentingan umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar