Minggu, 23 November 2014

Realisme Hukum


Dalam pandangan penganut Realisme, hukum adalah hasil dari kekuatan-kekuatan sosial dan alat kontrol sosial. Kaena itu, program ilmu hukum realis hampir tidak terbatas. Kepribadian manusia, lingkungan sosial, keadaan ekonomi, kepentingan bisnis, gagasan yang sedang berlaku, emosi-emosi yang umum, semua itu adalah pembentuk hukum dan hasil hukum dalam kehidupan.

Realisme berpendapat bahwa tidak ada hukum yang mengatur suatu perkara sampai ada putusan hakim terhadap perkara itu. Apa yang dianggap hukum dalam buku-buku baru merupakan taksiran tentang bagaimana hakim akan memutuskan. Realisme dibedakan dalam dua kelompok:

1.      Realisme Amerika

Sebagaimana dikatakan oleh Holmes Jr., dugaan-dugaan tentang apa yang akan diputuskan oleh pengadilan itulah yang disebut dengan hukum. Sumber hukum utama ini adalah putusan hakim. Tokoh-tokoh utama aliran Realisme Amerika antara lain:

a.           Charles Sanders Peirce (1839-1914)

Pragmatisme menyangkal kemungkinan bagi manusia untuk mendapat suatu pengetahuan teoretis yang benar. Oleh karena itu ide-ide perlu diselidiki dalam praktek hidup. Hal ini diuraikan oleh Peirce dalam makalahnya berjudul How to Make Our Ideas Clear?(1878). Menurut Peirce, ide-ide diterangkan dengan jalan analitis. Metode analitis ini harus digunakan secara fungsional, yakni dengan menyelidiki seluruh konteks suatu pengertian dalam praktek hidup.

b.              John Chipman Gray (1839-1915)

Sebagaimana ciri Realisme Amerika, Gray menempatkan hakim sebagai pusat perhatiannya. Semboyannya yang terkenal adalah All the law is judge-made-law. Ia menyatakan bahwa disamping logika sebagai faktor penting dalam pembentukan perundang-undangan, unsur logis memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan hukum.

c.                  Oliver Wendell Holmes Jr. (1841-1935)

Menurut Holmes, seorang sarjana hukum harus menghadapi gejala-gejala hidup secara realistis. Kalau ia berusaha mengambil sikap demikian, ia akan sampai pada keyakinan bahwa penjahat pun sama sekali tidak menaruh minat pada prinsip-prinsip normatif hukum. Bagi mereka yang penting manakah kelakuan aktual seorang hakim, yakni pertanyaan, apakah seorang hakim akan menerapkan sanksi pada suatu kelakuan yang tertentu atau tidak. Ucapan Holmes yang terkenal yakni “Perkiraan-perkiraan tentang apa yang diputuskan oleh pengadilan, itulah yang saya maksudkan dengan hukum“.

d.                 William James (1842-1910)

James menyatakan bahwa seorang pragmatis menolak abstraksi dan hal-hal yang tidak memadai, penyelesaian secara verbal, alasan apriori yang tidak baik, prinsip yang ditentukan, sistem yang tertutup, dan hal-hal yang dianggap mutlak dan asli. Ia berbalik menentang kelengkapan dan kecukupan, fakta, perbuatan, kekuasaan.

e.                  John Dewey (1859-1952)

Inti ajaran Dewey adalah bahwa logika bukan berasal dari kepastian-kepastian dari prinsip-prinsip teoretis seperti silogisme, tetapi suatu studi tentang kemungkinan-kemungkinan. Logika adalah teori tentang penyelidikan mengenai akibat-akibat yang mungkin terjadi, suatu proses dalam mana prinsip umum hanya bias dipakai sebagai alat yang dibenarkan oleh pekerjaan yang dikerjakan. Kalau diterapkan dalam proses hukum, ini berarti bahwa prinsip-prinsip umumnya telah ditetapkan sebelumnya harus dilepaskan untuk logika yang lebih eksperimental dan luwes.

f.                    Benjamin Nathan Cardozo (1870-1938)


Tokoh ini beranggapan bahwa hukum mengikuti perangkat hukum mengikuti perangkat aturan umum dan yakin bahwa penganutan terhadap preseden seharusnya merupakan aturannya, dan bukan merupakan pengecualian dalam pelaksanaan peradilan. Namun ia mengemukakan adanya kelonggaran atau keluwesan pelaksanaan aturan ketat itu apabila penganutan terhadap preseden tidak konsisten dengan rasa keadilan dan kesejahteraan sosial. Ia berpendapat bahwa kebutuhan akan kepastian harus diserasikan dengan kebutuhan akan kemajuan sehingga doktrin preseden tidak dapat dianggap sebagai kebenaran yang mutlak dan abadi. Tampak dalam pendapatnya bahwa dalam kegiatannya, hakim wajib mengikuti norma-norma yang berlaku di masyarakat dan menyesuaikan putusannya dengan kepentingan umum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar