Seperti halnya teori pada umumnya,
teori hukum Hans Kelsen juga tidak terlepas dari berbagai keberatan maupun
kritik yang berasal dari aliran hukum sebelumhya (kusususnya hukum Alam dan
positivisme empiris), maupun dari aliran hukum yang berkembang belakangan.
Kritik terhadap teori hukum Kelsen pada umumnya terkair dengan metode formal
yang digunakan dalam Pure Theory of Law, konsep hukun sebagai perintah
yang memaksa namun tidak secara psikologis, postulasi validitas norma dasar,
hubungan hukum dan negara, dan masalah konsep hukum internasional sebagai suatu
sistem.
Kritik-kritik dikemukakan oleh
banyak ahli hukum sesuai dengan pokok masalah yang menjadi pusat perhatian, dan
masing-masing menggambarkan perspektif tertentu yang berbeda-beda.
a.
Kritik Joseph Raz
Dalam bukunya the concept of legal
system : An Itroduction to The Theory of Legal System membahas tentang konsep hukum dan
sistem hukum berdasarkan dua kriteria yaitu kriteria eksistensi dan kriteria
identitas. Kririk terhadap teori hukum Kelsen dilakukan dari berbagai aspek,
mulai dari bahasa pernyataan normatif, struktur norma, eksistensi norma,
masalah individuasi, sampai pada massalah sistem hukum Kelsen terkait dengan
prinsip individuasi dan identitas sebagai pemikiran Raz.
b.
Kritik Hari Chand
Hari Chand membahas secara khusus Pure
Theory of Law
dalam bab kelima buku “Modern Jurispudence”. Setelah menguraikan pokok-pokok
pikirannya, kemudian chand mmeberikan kritik tentang teori Kelsen tersebut,
yaitu
1.
Tentang norma dasar
Menurut Chand, konsep norma dasar
yang dikemukan Kelsen tidak jelas. Yang disebut norma dasar tersebut merupakan
hukum positidf tetapi suatu pesu-posisi penegtahuan yuridis, atau sesuatu
meta-legal tetapi memiliki suatu fungsi hukum. Sulit untuk melihat kontribusi Pure
Theory of Law
terhadap sistem dengan mengasumsikan hukum berasal dari norma dasar yang tidak
dapat ditemukan.
2.
Metodologi
Suatu sistem hukum bukan merupakan
koleksi abstrak dari kategori yang mati, tetapi suatu susunan hidup yang
bergerak secara konstan dan terdapat bahaya apabila melihat potongan-potongan
danmenganalisa masing-masing bagian. Pendekatan Kelsen hanya pada satu sisi
ketertarikan, yaitu pada bentuk hukum senbari meletakkan isinya sebagai hal
yang sekunder.
3.
Kemurnian
Kelsen sangat menekankan pada analaisis
kemurnian sehingga pendekatan lain terhadap penyelidikan yuridis diabaikan.
Metodenya menjadi tidak murni sepanjang menegenai norma dasar karena dia gagal
menjelaskan bagaimana norma tersebut eksis.
4.
Hirarki Norma
Terdapat sumber hukum seperti kebiasaan,
undang-undang, dan preseden, yang salah satunya tidak dapat dikatkanlebih
tinggi dari yang lain. Disamping norma, dalam sistem hukum juga terdapat
standar, prinsip-prinsip, kebijakan, asas (maxim), yang sama pentingnya dengan
norma, namun tidak diperhatikan oleh Kelsen.
c.
Kritik J.W. Harris
Pandangan utana Kelsen adalah bahwa
ilmu hukum harus terbebas dari hal-hal yang tidak dapat dianalisis secara
obyektif menurut hukum dan hal-hal yang merupakan hukum. Harris menyatakan
bahwa Kelsen telah gagal menjelaskan bahwa hukum adalah praktek dari ilmuwan
hukum. Dengan kata lain teori norma murni tentang hukum adalah bukan tentang
hukum, tetapi tentang disiplin institusional dari ilmu hukum. Kelsen lebih
memilih norma daripada aturan dengan dua alasan. Pertama, dia khawatir
penggunaan aturan dapat berujung pada kebingungan dari ilmu alam, padahal dalam
bahassa Inggris istilah law ambigu dan norm juga memiliki
ambiquitas khusus karena digunakan juga dalam mendeskripsikan rule
situations. Kedua, Kelsen mendefinisikan suatu norma sebagai
“ekspresi dari ide…bahwa seorang individu harus (ought) untuk berbuat sesuatu
dengan cara tertentu. Kelsen secara terus menerus menambahkan untuk mengaitkan
dengan pandangannya bahwa aturan hukum adalah entitas abstrak yang berbeda
dengan legislasi masa lalu atau pelaksanaanya di masa depan, dengan membentuk
piramida hukum (stufentheorie) yang dikembangkan murid Hans Kelsen Hans
Nawiasky dimana susunan normanya adalah :
1. Norma fundamental (staatsfundamental
norm);
2.
Aturan dasar negara (staats grunddgesetz);
3.
Undang-undang formal (formel gesetz);
4.
Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en
autonomesatzung).
Menurut Hans Nawiasky, norma
tertinggi yang oleh Hans Kelsen adalah norma dasar (norm basic) dalam suatu
negara disebut sebagai norma fundamental negara. Sehingga dengan penempatan
Pancasila sebagai staatsfundamental norm berarti menempatkannya diatas
Undang-Undang Dasar. Pancasila tidak termasuk ke dalam konstirusi, karena
berada diatas konstitusi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar