Minggu, 23 November 2014

KRITIK DAN PENGEMBANGAN TERHADAP TEORI HANS KELSEN

Seperti halnya teori pada umumnya, teori hukum Hans Kelsen juga tidak terlepas dari berbagai keberatan maupun kritik yang berasal dari aliran hukum sebelumhya (kusususnya hukum Alam dan positivisme empiris), maupun dari aliran hukum yang berkembang belakangan. Kritik terhadap teori hukum Kelsen pada umumnya terkair dengan metode formal yang digunakan dalam Pure Theory of Law, konsep hukun sebagai perintah yang memaksa namun tidak secara psikologis, postulasi validitas norma dasar, hubungan hukum dan negara, dan masalah konsep hukum internasional sebagai suatu sistem.

Kritik-kritik dikemukakan oleh banyak ahli hukum sesuai dengan pokok masalah yang menjadi pusat perhatian, dan masing-masing menggambarkan perspektif tertentu yang berbeda-beda.
a. Kritik Joseph Raz
Dalam bukunya the concept of legal system : An Itroduction to The Theory of Legal System membahas tentang konsep hukum dan sistem hukum berdasarkan dua kriteria yaitu kriteria eksistensi dan kriteria identitas. Kririk terhadap teori hukum Kelsen dilakukan dari berbagai aspek, mulai dari bahasa pernyataan normatif, struktur norma, eksistensi norma, masalah individuasi, sampai pada massalah sistem hukum Kelsen terkait dengan prinsip individuasi dan identitas sebagai pemikiran Raz.
b. Kritik Hari Chand
Hari Chand membahas secara khusus Pure Theory of Law dalam bab kelima buku “Modern Jurispudence”. Setelah menguraikan pokok-pokok pikirannya, kemudian chand mmeberikan kritik tentang teori Kelsen tersebut, yaitu
1. Tentang norma dasar
Menurut Chand, konsep norma dasar yang dikemukan Kelsen tidak jelas. Yang disebut norma dasar tersebut merupakan hukum positidf tetapi suatu pesu-posisi penegtahuan yuridis, atau sesuatu meta-legal tetapi memiliki suatu fungsi hukum. Sulit untuk melihat kontribusi Pure Theory of Law terhadap sistem dengan mengasumsikan hukum berasal dari norma dasar yang tidak dapat ditemukan.
2. Metodologi
Suatu sistem hukum bukan merupakan koleksi abstrak dari kategori yang mati, tetapi suatu susunan hidup yang bergerak secara konstan dan terdapat bahaya apabila melihat potongan-potongan danmenganalisa masing-masing bagian. Pendekatan Kelsen hanya pada satu sisi ketertarikan, yaitu pada bentuk hukum senbari meletakkan isinya sebagai hal yang sekunder.
3. Kemurnian
Kelsen sangat menekankan pada analaisis kemurnian sehingga pendekatan lain terhadap penyelidikan yuridis diabaikan. Metodenya menjadi tidak murni sepanjang menegenai norma dasar karena dia gagal menjelaskan bagaimana norma tersebut eksis.
4. Hirarki Norma
Terdapat sumber hukum seperti kebiasaan, undang-undang, dan preseden, yang salah satunya tidak dapat dikatkanlebih tinggi dari yang lain. Disamping norma, dalam sistem hukum juga terdapat standar, prinsip-prinsip, kebijakan, asas (maxim), yang sama pentingnya dengan norma, namun tidak diperhatikan oleh Kelsen.
c. Kritik J.W. Harris
Pandangan utana Kelsen adalah bahwa ilmu hukum harus terbebas dari hal-hal yang tidak dapat dianalisis secara obyektif menurut hukum dan hal-hal yang merupakan hukum. Harris menyatakan bahwa Kelsen telah gagal menjelaskan bahwa hukum adalah praktek dari ilmuwan hukum. Dengan kata lain teori norma murni tentang hukum adalah bukan tentang hukum, tetapi tentang disiplin institusional dari ilmu hukum. Kelsen lebih memilih norma daripada aturan dengan dua alasan. Pertama, dia khawatir penggunaan aturan dapat berujung pada kebingungan dari ilmu alam, padahal dalam bahassa Inggris istilah law ambigu dan norm juga memiliki ambiquitas khusus karena digunakan juga dalam mendeskripsikan rule situations. Kedua, Kelsen mendefinisikan suatu norma sebagai “ekspresi dari ide…bahwa seorang individu harus (ought) untuk berbuat sesuatu dengan cara tertentu. Kelsen secara terus menerus menambahkan untuk mengaitkan dengan pandangannya bahwa aturan hukum adalah entitas abstrak yang berbeda dengan legislasi masa lalu atau pelaksanaanya di masa depan, dengan membentuk piramida hukum (stufentheorie) yang dikembangkan murid Hans Kelsen Hans Nawiasky dimana susunan normanya adalah :
1. Norma fundamental (staatsfundamental norm);
2. Aturan dasar negara (staats grunddgesetz);
3. Undang-undang formal (formel gesetz);
4. Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonomesatzung).

Menurut Hans Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Hans Kelsen adalah norma dasar (norm basic) dalam suatu negara disebut sebagai norma fundamental negara. Sehingga dengan penempatan Pancasila sebagai staatsfundamental norm berarti menempatkannya diatas Undang-Undang Dasar. Pancasila tidak termasuk ke dalam konstirusi, karena berada diatas konstitusi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar